“Copywriting bukan untuk mendapatkan awards, menghibur, dan pujian. Tapi untuk menjual.” ~ Robert W. Bly on The Copywriter’s Handbook
Jadi Copywriter? Kenapa nggak?
Tapi, kebanyakan dari mereka yang pengen jadi copywriter yang dicapture oleh pikirannya, adalah tentang permainan kata.
Padahal lebih dari itu.
Apa yang dilakukan copywriter nggak akan jauh-jauh dari dua hal ini, karena ini adalah tujuan copywriting:
- Pertama, menarik perhatian pembeli.
- Kedua, memersuasi atau meyakinkan calon pembeli.
Karena konteksnya adalah untuk menjual.
Namanya jualan, ya, untuk menghasilkan penjualan. Untuk mendapatkan pemasukan, yang pebisnis biasa sebut, cashflow.
Kalau berpikir pengen jadi copywriter karena melihat hasilnya adalah tagline.
Sungguh tidak bijak, karena untuk membuat tagline yang singkat, memerlukan proses yang tidak sederhana. Seriusan!
Kalau itu yang diharapkan, pekerjaannya adalah memainkan kata, membuat tulisan singkat untuk ngiklan, sebaiknya dipikir-pikir lagi.
Karena copywriter lebih dari melakukan itu. Itu hanya efeknya, karena sebabnya ada di cara berpikir copywriter.
Baca juga: Pengen Jadi Content Writer? Wajib Tau 2 Hal Ini!
Apa yang Mahal dari Seorang Copywriter?
“Seseorang membeli produk setelah mendengar atau membaca kata-kata yang memicu mereka ingin membeli.” ~ Donald Miller, penulis StoryBrand
Jawaban ini akan sekaligus menjawab, kenapa copywriting adalah high-income skill.
Pertama, copywriter berhasil menghasilkan banyak penjualan dari produk yang dijual. Dari copywriternya sendiri yang langsung menjual, dan hasilnya memuaskan-banyak penjualan.
Kedua, copywriter yang dibayar mahal oleh perusahaan atau brand, karena menghasilkan banyak penjualan dari copywriting yang ia buat. Biasanya kalau begini freelance copywriter.
“terus, gimana soal copywriter yang kerja di perusahaan, bisa dibayar gede, nggak?”
Bisa banget, kalau perfomanya terus naik, yang jadi tolok ukurnya adalah sales alias penjualan.
Nah, jadi apa yang mahal dari seorang copywriter?
Ya, itu, menghubungkan atau menjembatani antara value produk dari perusahaan atau brand, ke audiens.
Gimana caranya kita menulis, terus dapetin respon sesuai yang diinginkan.
Asli ini bagian nggak mudahnya, meski tujuannya menarik perhatian dan meyakinkan calon pembeli, yang sebentar lagi kamu ketahui, jika kamu membacanya sampai tuntas.
Karena untuk menulis copy—yang kita pahami, kata-kata yang memicu seseorang untuk beli—ada proses berpikir yang perlu dilalui, berbeda sama content writing, yang nggak serumit copywriting.
Tapi, content writing bisa bikin copywriting makin kuat. Nanti kita bahas, ya.
Menulis copywriting itu, kita sangat perlu memahami:
- Apa keunggulan produknya?
- Apa solusi yang diselesaikan produk tersebut?
- Kenapa mereka mesti beli produk ini?
- Apa keberatan mereka beli produk ini?
Itu untuk bagian perusahaannya, belum lagi bagian audiens-nya.
- Apa yang mereka harapkan?
- Apa yang mereka resahkan?
- Apa hambatan mereka untuk beli?
- Kenapa mereka beli produk kita, bukan yang lain?
Bukan bermaksud menakut-nakuti, tapi inilah yang aku jalani ketika masih bekerja di perusahaan, hingga di Impactful Writing ini.
Dan, sepengalamanku, untuk bisa lancar menulis copywriting, seseorang mesti terbiasa content writing.
“kok gitu, Kadika?”
Ya, faktanya di perusahaan, terkadang nggak hanya mengerjakan dengan dua tujuan tersebut.
Nah, ini kalau aktivitas yang kita kerjakan dari dua tujuan tersebut:
- Untuk menarik perhatian itu biasanya dari headline untuk mendorong calon pembeli berkunjung ke sales page. Biasanya lebih sering bikin konten ads.
- Dan sales page untuk meyakinkan dan memersuasi calon pembeli. Kalau yang kita jual adalah solusi dan cocok untuk mereka.
baca juga: 6 Skill untuk Berkawan dengan AI?
Kenapa Perusahaan Butuh Content Writing dan Copywriting?
“Content writing is the new marketing, copywriting is the new selling. Dan keduanya adalah seperti sisi koin, jika nggak ada satu, artinya nggak bernilai alias useless.”
Kamu tau? Kalau tubuh kita 70% terdiri dari air, tapi apakah kita bisa melihat air itu?
“Ya, kita bisa air ketika kita buang air kecil, terus berkeringat, dan berdarah”
Tapi, apakah kita bisa lihat air sebanyak 70%?
“hmm, nggak sih.”
Seperti itulah content writing.
Dan seperti itulah content writing di Impactful Writing, berperan 70%.
Seandainya cuman headline dan sales page—seperti certifiedimpactfulwriter.com—kayaknya nggak akan ada orang yang tertarik untuk ikut program-programnya.
Alhamdulillah tercatat selama 4 tahun terakhir—sejak 25 oktober 2019—lebih dari 10.000 member yang ikut belajar.
Sekarang bayangin, kalau di Instagram, Blog, dan Email, isinya cuman headline dan bodycopy yang biasa aja, terus dikasih link.
Kira-kira mereka akan join nggak?
Tentu saja nggak, itulah peran content writing, nggak keliatan, tapi perannya sebesar 70%, seperti air dalam tubuh kita.
Karena peran content writing yang tujuannya:
Pertama, mengedukasi calon pembeli.
Kedua, mengubah persepsi calon pembeli.
Nanti kita akan bahas detail di tulisanya “Kalau Jadi Content Writer Kerjanya Ngapain Aja?”. InsyaaAllah.
Dan ini juga yang dipelajari di CertifiedImpactfulWriter.com, 70% content writing, 30% copywriting.
“Kenapa content writing lebih besar porsinya?”
Ya, itu tadi karena peran content writing di digital sangat besar, meski tanpa mereka sadari.
Karena dengan content writing, sebenarnya kita sedang menyiapkan pikiran calon pembeli.
Bahwa apa yang kita nanti tawarkan, adalah solusi terbaik.
Kalau kata Napoleon Hill dalam Selling You, “sebelum Anda dapat memengaruhi orang lain melalui sugesti, benak orang itu harus berada dalam keadaan netral.”
Jadi, berbagai sudut pandang dari konten yang kita hadirkan memicu mereka untuk beli. Ingat, ‘kan? Kata Donald Miller?
Itulah kenapa terkadang meski pun mereka merekrut job titlenya content writer, kalau mereka membutuhkan seseorang untuk bikin caption dan headline untuk di ads, kita mesti siap.
Karena nggak mungkin juga mereka rekrut orang lain, sebagai copywriter hanya untuk mengerjakan pekerjaan kecil. Iya?
Dan inilah alasan Certified Impactful Writer hadir, yang bisa menguasai keduanya, yang siap dengan tantangan bisnis.
Bisa content writing + copywriting = certified impactful writer.
Kalau bisa menguasai keduanya sekaligus, kenapa mesti satu?
Nggak hanya itu, mereka yang ikut, tentu saja mendapatkan feedback dari Kadika, yang insyaaAllah detail, yang memudahkan mereka improve skill jauh lebih cepat.
Karena tau mana yang udah bagus, mana yang butuh improve.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya…
Komen di bawah, kalau kamu mau contoh riil dari study kasus seorang copywriter di Impactful Writing.
Good article. Saya tertarik dengan keduanya
mbois