“Kemiskinan tidak berada di dompetmu, melainkan di pikiranmu.” — David R. Hawkins dalam The Hidden Secrets
Ketika seorang penulis menghadapi kenyataan bahwa rekeningnya nol, dompetnya kosong, apa yang bisa ia lakukan?
Ya, menulis untuk menjual karyanya.
Karena nggak ada cara tercepat untuk menghasilkan uang selain menjual.
Hanya saja kebanyakan dari mereka tidak sadar, atau mungkin sebenarnya tahu, tapi nggak begitu paham bagaimana cara menjual apa yang sudah mereka tulis.
Boleh jadi mindsetnya kurang tepat atau tidak relevan dengan aktivitasnya, yang mengakibatkan ketika menulis untuk menjual, jadinya nggak enakan, sungkan, bahkan malu dan takut ditolak. Hmmm.
Kamu bisa baca lagi Money Mindset for Writers, ya, buat mengulang apa mindset yang tepat dan relevan untuk menghasilkan uang dari tulisan.
Karena seperti yang tertulis dalam blog Kenapa Kita Belum Ada Perubahan Meski Sudah Banyak Baca Buku, Ikut Seminar, dan Worksop, adalah mindsetnya tidak relevan dengan pemateri.
“maksudnya bagaimana Kadika?”
Ya, cara berpikirnya belum seleras dengan apa yang disampaikan oleh seseorang.
Misal, menurut Kadika membuat blog adalah cara mudah untuk membangun kredibilitas, tempat latihan menulis, dan cara untuk menghasilkan uang.
Tapi, kalau seseorang itu masih berpikir bikin blog adalah hal yang sia-sia, atau bahkan ada ketakutan yang membuatnya terbatasi untuk bertindak, ya, seseorang itu nggak akan pernah bikin blog.
Kebayang, ya?
Tidak Perlu Bersaing
Ada yang bertanya di suatu kesempatan webinar,
“Kadika, bagaimana jadinya kalau penulisnya bertambah banyak, tapi tidak dengan pembacanya?”
Jadi penanya ini dapat statement ini dari buku yang baru saja ia baca, Kadika nggak tahu buku apa persisnya.
Kadika menjawab, “ya, nggak apa-apa, justru bagus dong, artinya kita bisa melayani para penulis-penulis itu, bukankah penulis adalah pembaca ulung?”
Jadi, alih-alih merasa bersaing, berpikirlah untuk melengkapi yang sudah ada, atau membantu dengan caramu sendiri.
Mungkin yang menulis cara mengatasi writer’s block ada banyak, lebih dari 5. Tapi Kadika tetap menulis tentang itu, karena apa?
Ya, Kadika pernah dan punya pengalaman tentang itu. Bahkan Kadika kasih gratis buat dibaca oleh siapa saja.
Jadi berpikirlah secara holistik—bisa melihat secara keseluruhan, jangan sempit.
Karena seperti kata Hawkins, kalau kemiskinan ada pada pikiran, bukan dompet atau rekeningmu.
Setiap Hari Selalu Ada Customer Baru
“There’s a customer born every minute” – Dr. Joe Vitale
Ada pemicu dari salah satu postingan teman Facebook, “wah, joshua sudah punya anak gaes, itu artinya joshua diobok-obok sudah tua.?”
Artinya bagi Kadika adalah setiap customer atau pelanggan akan selalu lahir, buktinya seorang anak dari artis cilik 90an yang cukup terkenal. Kalau anak 90an pasti tahu, wkwk.
Seperti yang dikatakan Joe Vitale, “setiap pelanggan lahir setiap menit”, artinya kita tidak kehabisan pelanggan.
Ketika di awal-awal pandemi, kami sebenarnya khawatir dengan keberadaan Impactful Writing, karena makin marak penyedia kursus content writing.
Tapi, teringat kutipan “setiap pelanggan lahir setiap menit”, dan “kemiskinan ada pada pikiranmu, bukan dompetmu.”
Sejak saat itu, kami nggak memandang orang lain sebagai kompetitor, melainkan pelengkap, bukankah indah bila kita saling melengkapi?
Dan, ini pengamatan kami, bahwa terkadang setiap penulis merasa gusar, ketika teman atau followingnya membeli buku atau ebook yang sebenarnya sejenis dengan yang mereka jual.
Padahal dalam dunia atau industri pendidikan non-formal sifatnya non-linear, tidak beraturan, dinamis, artinya nggak seperti dunia pendidikan pada umumnya.
Misal, kalau kita sudah lulus SD apakah kita boleh daftar di SD lain?
Kan nggak, tapi kalau di dunia pendidikan non-formal, karena sifatnya non-linear, ketika seseorang sudah ikut course A, ia akan ikut juga course B.
Jadi buat kamu yang penyedia courses atau ebook, terus ada seseorang yang beli ebook sejenis dengan tulisan kamu, ya, jangan gusar.
Karena suatu saat dia pasti akan membeli produkmu, jika memang produkmu bisa menyelesaikan masalah yang seseorang itu hadapi.
“Tapi, kan, Kak apa yang ditulis itu mirip-mirip?”
Nah, inilah pentingnya kita menyadari, bahwa yang nggak bisa ditiru adalah keaslian (authentic) dan sensasi ketika menikmatinya (experience).
Itu Pandji Pragiwaksono yang mengatakan dalam Indiepreneur.
Bahkan kata Dewa Eka Prayoga, “yang paling membedakan tulisan kita dengan yang lain adalah personal storynya”.
“terus, bagaimana cara kita bisa menghasilkan tulisan authentic alias asli?”
Tentu saja dilatih, kalau saran dari mendiang Hernowo dalam Flow di Era Socmed,
“sering-sering menulis di ruang privat—ruang imajinasi yang isinya ada dalam diri kita yang sedang menulis—tulislah dengan bebas, tanpa kritik, tanpa penilaian, itu adalah cara memunculkan originalitas karya kita.”
Ada pun cara lain adalah kamu bisa mengikuti uji kompetensi certified impactful writer, karena briefnya mendorong kamu untuk bertumbuh dan keluar dari zona nyaman—lebih tepatnya ketidaknyamanan yang bikin meluaskan rasa nyaman.
Ya, briefnya adalah membuat artikel di blog pribadi dengan pemikiran sendiri.
“lah, aku kan pemula banget, bagaimana bisa menulis yang original, Kak?”
Justru itu hadirnya Certified Impactful Writer membantu mendorong potensi terbaikmu hadir lewat pemahaman yang ada di modul dan live mentoring.
Sepakat, ya?
Bahwa setiap menit pelanggan lahir, jangan berpikir sempit atau takut kehabisan pembeli.
Jika kamu merasa demikian, itu hanya soal pola pikir saja, money mindset yang belum tepat.
Tapi, mengubah pikiran saja nggak cukup, kamu perlu…
Kuncinya Jangan Pernah Berhenti Beriklan
“Anda mungkin seorang pekerja terbaik, orang paling cerdas di bidang Anda, seseorang yang memenangkan penghargaan atas dedikasi dan kehebatan Anda—tetapi,
…jika Anda tidak membuat orang tahu bakat Anda, mereka tak akan pernah menghubungi Anda atau meminta bantuan Anda.”
Dr. Joe Vitale dalam The Seven Secrets of Success
Apa yang dikatakan Joe Vitale memang ada benarnya, kalau kita nggak bisa ngasih tahu apa yang kita punya, apa keahlian kita, orang lain mana tahu.
Inilah sebabnya dan pentingnya mempelajari content writing dan copywriting.
Karena kedua skill ini adalah pondasi digital marketing.
Content writing untuk marketing—mengedukasi dan mengubah persepsi.
Copywriting untuk selling—menarik perhatian dan meyakinkan calon pembeli.
Bayangin saja update konten tapi nggak menghasilkan, ya, buat apa. Terus, jualan terus tanpa marketing, ya, susah closing juga.
Marketing Dulu, Baru Selling
“Marketing itu kayak PDKT. Selling itu kayak ngajak nikah.” – Henry Manampiring dalam Belajar Marketing Belajar Hidup
Kebanyakan dari kita, termasuk di awal-awal Kadika belajar menulis, inginnya langsung menghasilkan uang dari apa pun yang ditulis.
Entah menjual hasil tulisan—karya. Atau menjual apa pun dengan tulisan—copywriting.
Kadika melupakan aktivitas marketing, yakni memperbanyak konten-konten yang mengenalkan apa produk yang kita jual.
Inilah peran content writing, mengedukasi dan mengubah persepsi calon pembeli.
Bayangin kalau dalam instagram Impactful Writing hanya ada satu konten, dan itu pun kontennya diarahkan ke sales page (halaman penjualan), apakah kamu tertarik membeli?
Tentu saja tidak, Kadika dan tim pun nggak mau membeli kalau nggak ada konten sama sekali.
Karena peran content writing—blog, socmed, email, dan ebook—seperti air dalam tubuh kita, yakni 70%. Ya, sepenting itu content writing dalam digital marketing.
Tapi, kalau cuman ‘PDKT’, ya, tanggung banget, kan? Maka penting dibuatlah sales page.
Kalau yang belajar Understanding Copywriting, modul terbaru, ada pembahasan tentang ini.
Sales page tujuannya untuk meyakinkan mereka bahwa produk yang kita tawarkan adalah yang mereka butuhkan, solusi untuk mereka.
Bahkan nggak hanya itu, content writing untuk dijual, copywriting untuk menjual.
“apa lagi itu, Kadika?”
Ya, selain content writing dan copywriting adalah pondasi digital marketing, kenapa?
Karena bagaimana mau dioptimasi SEO dan blognya kalau content writingnya nggak ada?
Karena bagaimana bisa mengiklan di Facebook dan Instagram Ads kalau nggak ada copywriting-nya?
Karena bagaimana bisa meyakinkan calon pembeli kalau nggak ada sales page?
Karena bagaimana bisa mengedukasi dan memengaruhi via email? Kalau content writing dan copywritingnya nggak ada?
Ah, malah menjelaskan yang lain, wkwk.
Okeh, fokus lagi…
Jadi content writing untuk dijual itu artinya bisa dijadikan produk alias karya.
Kalau copywriting untuk menjual yang sudah kita buat.
Menarik banget, ‘kan?
Nggak kerasa sudah sampai akhir, nih.
Terima kasih sudah membaca sampai akhir.
Bisa tulis insight yang kamu dapat, agar pengetahuan yang kamu dapat, bisa terikat, agar berbuah manfaat.
Salam dahsyat. *maksa dikit. Wkwk.[]